BIOGRAFI EMILE DURKHEIM
A. Latar
belakang
Sejak awal tahun 1970-an salah satu
masalah yang selau diperbincangkan para ahli ilmu sosial kita adalah perlunya
apa yang disebut ‘pempribumian’ ilmu-ilmu sosial. Masalah ini muncul oleh
adanya kesadaran bahwa dalam usaha untuk menangkap, memahami, dan menerangkan
realitas sosial, ternyata pendekatan serta konsep dan teori-teori yang ada
kurang memadai. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurang mampunya teori-teori
yang tersedia itu untuk menerangkan realitas sosial yang ada.
Emile Durkheim adalah salah satu dari
peletak dasar ilmu sosial modern yang paling terkemuka. namanya selalu
disejajarkan dengan dua tokoh lain, yaiut Max Weber dan Karl Marx. Seperti
halnya kedua tokoh tersebut, Durkheim hidup di saat peralihan sosial dann
suasana krisis sedang melanda Eropa. Meskipun dia selalu tampil dengan jawaban
yang berbeda dan menggunakan pendektan metodologis yang berlainan, ketiga tokoh
ini mencoba mencari jawaban atas kegelisahan sosial masyarakat pada saat itu.
Sebab itulah dengan mengenal Emile Durkheim, dan tulisan-tulisannya, kita tidak
hanya berkenalan dengan salah satu corak pembentukan teori, tetapi juga contoh
semacam pergumulan intelektual di saat peralihan sosial sedang berlangsung.
Dengan demikian usaha ‘pempribumian’ ilmu soiologi akan lebih mungkin dirintis.
B. Riwayat
hidup Emile Durkheim
Teori-teori mengenai masyarakat
berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat. Dari waktu ke waktu,
teori-teori itu mengalami perkembangan dan perubahan bahkan ada yang turut
tenggelam bersama dengan bertumbuhnya teori baru. Dalam konteks ini, kita tidak
bisa memungkiri bahwa perubahan-perubahan teori mengenai masyarakat itu terjadi
di dalam suatu masyarakat yang dinamis dengan daya mobile yang tinggi. Beragam
teori mengenai masyarakat itu memperlihatkan bahwa kemampuan masyarakat untuk
berubah itulah yang menjadi faktor penting dalam memahami masyarakat. Artinya,
masyarakat tidak bisa dimengerti dari suatu konstruk teori, melainkan
mesti dilihat secara real atau kontekstual.
Adalah Emile Durkheim yang mengemukakan
teori perubahan masyarakat dengan teori pembagian kerja yang kemudian
memunculkan solidaritas mekanis dan organis. Oleh sebab itulah, sebelum kita
melangkah lebih jauh terhadap pembahsan soiologi, tidak salah kiranya untuk
mengetahui tentang Emile Durkheim, mengingat Emile Durkheim juga termasuk salah
satu dari bapak Sosiologi.
1. Biografi
Seorang Sosiolog yang juga termasuk
Bapak sosiologi adalah Emile Durkheim, dia dilahirkan di Epinal, Prancis,
yang terletak di Lorraine
pada tanggal 15 April 1858. Ia berasal dari keluarga Yahudi Prancis yang saleh, terbukti akan ayah dan
kakeknya adalah pendeta Yahudi (rabbi).
Hidup Durkheim sendiri sama sekali sekuler. Malah kebanyakan dari karyanya
dimaksudkan untuk membuktikan bahwa fenomena keagamaan berasal dari faktor-faktor sosial dan
bukan Ilahi. Namun demikian, latar belakang Yahudinya serta mayoritas mahasiswa
dan rekan kerjanya adalah sesama Yahudi, dan seringkali masih punya hubungan
darah dengannya hingga membentuk sosiologi Durkheim.
Perkembangan teknologi, pertumbuhan
penduduk -yang seiring dengan kenaikan pendapatan serta merta memperbesar
pasaran konsumen domestik- dan makin terjadi proses konsentrasi modal, yang
salah satu akibatnya ialah ‘imperialisasi modern’, merupakan beberapa peristiwa
sosial ekonomi yang penting. Semua ini bukan saja menimbulkan dinamika interen,
melainkan yang lebih penting lagi mengubah pula tatanan sosial. Tentu saja yang
paling menonjol adalah makin pentingnya dampak politik dari kaum pekerja atau
buruh, yang selama ini harus menderita akibat dari sistem kapitalisme.
Begitulah situasi sosial-politik dan
ekonomi yang dialami Emile Durkheim pada waktu itu. Tetapi walau dia adalah
penganut ‘sosiologisme’ yang kokoh (dalam arti bahwa bagi mereka masyarakat
adalah suatu realitas yang sui generis) Durkheim tidak melihat revolusi sebagai
cara yang bisa menghapus kapitalisme. Dia sangsi bahwa revolusi adalah cara
pemecahan yang tepat dalam mengatasi masalah sosial yang sedang timbul. Ia
beranggapan bahwa masyarakat memerlukan peneguhan dasar moralitas yang baru.
Jadi konsesnsus yang menjadi tiang segalanya.
Durkheim menyadari akan dirinya sebagai
cendekiawan yang ‘sadar dan insyaf’ akan fungsinya, bahwa dia adalah patriot
sejati. Tanpa tanggung-tanggung dia meluluhkan dirinya dalam memperkuat
keyakinan patriotisme Prancis ketika menghadapi Perang Dunia I. Dalam perang
ini pula ia kehilangan anak satu-satunya, Andre, yang diharapkan bisa mempunyai
karier ilmiah yang gemilang.
Dari tinjauan sekilas ini bisa
dimengerti mengapa perhatian Durkheim ada masalah konsensus dan moralitas tak
pernah pudar. Bukan saja krisis-krisis politik yang melanda Prancis dalam
periode Republik Ketiga, dan terjadinya pergeseran sosial, yang menggugah
kemantapan yang lama, sebagai akibat industrialisasi dan kapitalisme, melainkan
keterlibatan langsung Durkheim dalam berbagai maslah sosail yang dihadapi
Prancis juga ikut memainkan peranan. Dalam keterlibatan ini dia bukan saja
menghirup tradisi filisofis dan akademis yang telah berakar lama, melainkan
juga secara kreatif mempertentangkannya dengan realitas sosial dan hasrat
normatifnya. Demikianlah disampin guru-gurunya di Ecole Normale yang
telah memperkenalkannya dengan tradisi intelektual Prancis, mulai dari
Descartes sampai pada tradisi pemikiran Aufklarung (masa pencerahan),
khususnya Montesquieu dan Rousseau, kemudian juga Saint Simon dan Auguste
Comte. Kunjungannya ke Jerman menyebabkan dirinya lebih akrab mengenal
perkembangan filsafat Jerman. Dalam kunjungan ini pula dia makin mengenal Immanuel
Kant. Pemikirannya mengenai moralitas didewsakan oleh perkenalannya dengan kara
Kant. Dalam menghadapi berbagai masalah Durkheim juga mengadakan dialog yang
cukup keras dengan para pemikir-pemikir Inggris. Dalam berdialog (tidak dalam
arti harfiah) dia tidak hanya menolak dengan tegas kecenderungan
individualistis Herbert Spencer, yang hanya elhat masyarakat sebagai kelanjutan
dari individu, melainkan juga makin mempertajam kecenderungan sosiologistisnya.
Sementara itu pula idealisme Jermannya dipertemukannya dengan kecenderungan
empiristis Inggris. Begitulah, sebagaimana telah diperlihatkan sebagai studi,
pada Durkheim tergabung tradisi idealisme Jerman, empirisme Inggris, dan
nasionalisme dari Masa Pencerahan Prancis. Dengan demikian ia merumuskan tujuannya
yang fundamental, yaitu “melanjutkn rasionalisme ilmiah pada tingkah laku
manusia”.
Ketika Perang Dunia I berkecamuk,
Durkheim, seperti disaat ‘Peristiwa Dreyfus’, kerja tanpa henti. Dia menulis
karangan-karangan yang patriotik dan membuat studi tentang ‘Karakter Bangsa
Jerman’. Tetapi kematian anaknya merupakan pukulan besar baginya. Pada tahun
1916 ia mulai sakit-sakitan. Selama itu pula ia mulai menyusun
tulisan-tulisannya yang berupa munuskrip secara lebih teratur. Hal ini yang
memungkinkan para muridnya kemudian dapat menerbitkan tulisan-tulisan itu. Pada
tanggal 15 November 1917, setahun sebelum genjatan senjata, ketika ia hampir
berusia 60 tahun Durkheim si calon rabbi, yang kemudian menjadi pelopor
sosiologi yang etis, meninggal dunia di Fontaineblau.
2. Pendidikan
Setelah mencoba dua kali, akhirny pada
kesempatan ketiga kalinya, Durkheim diterima menjadi murid dari sekolah yang
palig elitis dan terpilih di Prancis, Ecole Normale Superieur, di Paris,
pada tahun 1879. Di situlah dia belajar sampai tahun 1882. Di sekolah itu ia
mulai berkenalan dengan guru yang sangat dikaguminya, Fustel de Coulanges,
salah seorang tokoh pelopor historiografi modern Prancis-‘Patriotisme adalah
suatu kebajikan dan sejarah adalah suatu ilmu; dan keduanya jangan dicampur
adukkan,” si guru ini pernah mengatakan. Dari ahli sejarah besar inilah
tampaknya Durkheim mulai tertarik pada masalah konsesnsus dan peranan tradisi,
bahkan bukan tidak mungkin bahwa perhatian pada “wewnang perantara” ditimbulkan
oleh Fustel. Di sekoah ini ia juga belajar kepada Boutroux, seorang ahli
filsafat yang memperkenalkan Durkheim dengan tulisan-tulisan Auguste
Comte-suatu perkenalan yang ikut membentuk corak sumbangan Durkheim dalam dunia
ilmu. Meskipun dia termasuk murid yang terpandai, tetapi nilai rata-ratanya
tidaklah gemilang. Dia terlalu bosan dengan serba aturan yang dirasakannya
sebagai penghambat kebebasan pencarian ilmiahnya.
Setelah menamatkan pelajaran di Ecole
Normale, sampai tahun 1887, kecuali setahun ketika ia berdiam di Jerman
untuk mempelajari situasi pemikiran di sana, Durkheim mengajar diberbagai Lycee.
Pada tahun 1887 dia diundang untuk mengajar di Universitas Bordeaux dan
pada tahun 1896 ia menjadi Profesor penuh di Universitas Bordeaux. Sampai denga
tahun 1902, ketika ia akhirnya diundang ke Sorbonne (Paris). Durkheim berhasil
menyelesaikan tiga dari empat buku klasiknya, dan pada tahun 1906 ia menjadi
profesor ilmu pendidikan dan sosiologi di Universitas tersebut.
Dalam dunia pendidikan, Durkheim juga
merupaka salah satu pemerhatinya terbukti pada saat dia mengajar di Universitas
Bordeaux dia membuka pusat pendidikan guru yang pertama di Prancis. Di sana ia
mengajar pedagogi (pendidikan ilmu anak-anak) dan ilmu-ilmu sosial (suatu
posisi baru di Prancis). Dari posisi ini Durkheim memperbarui sistem sekolah
Prancis dan memperkenalkan studi ilmu-ilmu sosial dalam kurikulumnya. Selain
itu Durkheim juga tertarik pada bagaimana pendidikan dapat digunakan untuk
memberikan kepada warga Prancis semacam latar belakang sekuler bersama yang
dibutuhkan untuk mencegah anomi (keadaan tanpa hukum) dalam masyarakat modern.
Dengan tujuan inilah ia mengusulkan pembentukan kelompok-kelompok profesional
yang berfungsi sebagai sumber solidaritas bagi orang-orang dewasa.
Durkeim
berpendapat bahwa pendidikan mempunyai banyak fungsi :
a. Memperkuat solidaritas sosial
· Sejarah: Belajar
tentang orang-orang yang melakukan hal-hal yang baik bagi banyak orang membuat
seorang individu merasa tidak berarti.
Menyatakan kesetiaan: Membuat individu merasa bagian dari kelompok dan
dengan demikian akan mengurangi kecenderungan untuk melanggar peraturan.
b. Mempertahankan peranan sosial
· Sekolah
adalah masyarakat dalam bentuk miniatur. Sekolah mempunyai hierarkhi, aturan,
tuntutan yang sama dengan "dunia luar". Sekolah mendidik orang muda
untuk memenuhi berbagai peranan.
c. Mempertahankan pembagian kerja.
· Membagi-bagi
siswa ke dalam kelompok-kelompok kecakapan. Mengajar siswa untuk mencari
pekerjaan sesuai dengan kecakapan mereka.
3. Karya-karya
Karya-karya Emile Durkheim yang
merupakan empat buku klasik dalam sejarah perkembangan ilmu sosial, adalah:
a. De
la Division du Travail Social: Etude Des Societes Superieurs,
atau dalam bahasa Indonesianya ‘Pembagian Kerja dalam Masyarakat’, buku ini
terbit pada tahun 1893. Kemudian buku tersebut diterjemahkan dalam bahasa
Inggris pertama kali oleh George Simpson pada tahun 1933 denga judul ‘The
Division of Labor in Society’ di penerbit The Free Press, New York, Amirika.
Selian itu, buku ini juga merupakan tesis Durkheim dalam meraih gelar
Doktornya.
b. Les
Regles de la Methode Sociologique, adalah karya kedua Emile Durkheim, buku
ini terbit pada tahun 1895. Diterbitkan dalam bahasa Inggris untuk yang pertama
kalinya pada tahun 1938 oleh Sarah A. Solovay dan Jhon M. Meuller dengan judul
‘The Rules of Sociological Method’ atau ‘Aturan-aturan dalam Metode Sosiologi’
di penerbit The Free Press, New York, Amirika.
c. Pada
tahun 1877, Emile Durkheim kembail menerbitkan buku yang berjudul Le
Suicide: Etude de Sociologie. Dalam buku ini Durkheim mendefinisikan bunuh
diri sebagai "kematian yang secara langsung atau tidak langsung merupakan
hasil dari tindakan positif atau negatif dari sang korban itu sendiri".
Buku ini diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh John a. Spaulding dan George
Simpson pada tahun 1951 dengan judul ‘Suicide: A Study in Sociology’
(Bunuh Diri: Studi dalam Sosiologi). Buku ini diterbitkan oleh penerbit
Free Press, Glencoe.
d. Buku
keempat hasil karya Emile Durkheim adalah Les Formes Elementaires de la Vie
Religieuse: Le Systeme Totemique en Australie (Dasar-dasar Kehidupan Agama)
yang terbit pada tahun 1912. Buku ini terbit dalam bahsa Inggris pada tahun
1915 dengan judul ‘The Elementary Forms of the Religious Life: A Study in
Religious Sociology’ oleh John Ward Swain, Allen, London, dan Unwin, McMillan,
New York.
C. Pemikiran
Emile Durkheim
Emile Durkheim hidup di masa Perancis
yang pada saat itu sedang mengalami kemerosotan moral. Maka Durkheim berusaha
mencari suatu terobosan agar dapat menyatukan masyarakat Perancis melalui suatu
pendidikan moral yang di ajarkan di setiap institusi pendidikan. Durkheim
berargumen, dengan adanya suatu pendidikan moral maka masyarakat di Perancis
dapat memadu kehidupan sosial mereka. Inilah yang menjadi kunci mengapa
Durkheim sangat konservatif dan mengutamakan adanya suatu keteraturan dalam
masyarakat melalui solidaritas atau integrasi. Untuk dapat mempelajari
pendidikan moral, maka Durkheim menggunakan metode ilmiah sama seperti
mempelajari ilmu alam. Walaupun hidup di jaman di mana sosialisme Perancis
begitu kuat pengaruhnya, Durkheim tidak sepenuhnya setuju dengan konsep ini.
Menurut dia, Sosialisme dapat membuat moralitas dalam suatu masyarakat menjadi
tinggi namun Durkheim tidak setuju ketika konteks Sosialisme dikaitkan dengan
suatu kekerasan. Dengan adanya tingkat moralitas yang tinggi, maka cita-cita Durkheim
untuk membentuk suatu masyarakat yang damai, teratur, dan bebas konflik akan
tercapai dengan sendirinya.
Seperti pemikiran Spencer dan Comte,
Emile Durkheim juga memiliki pemikiran mengenai evolusi dari masyarakat, yaitu
dari masyarakat yang solidaritas mekanik yang primitif dimana komunitas yang
homogen hidup bersama tumbuh menuju solidaritas organis yang semakin heterogen,
setiap orang lebih individual, dan hubungan sosial yang terjalin didasari
kebutuhan dasar tiap orang. Di karyanya The Division of Labor in Society (1893-1964)
ia menyimpulkan bahwa masyarakat dipersatukan terutama oleh fakta sosial berupa
ikatan moralitas bersama yang disebut juga kesadaran kolektif. Durkheim mencoba
untuk menjawab mengapa masyarakat dengan keberagamannya tetap bisa hidup
bersama? Jawaban yang diberikannya menjadi bagian dari fungsionalismenya.
Ia beragumen bahwa keadaan seperti
meningkatnya kepadatan populasi yang berasal dari imigrasi, pertumbuhan
penduduk dan semacamnya menekan jarak sosial antara individu dengan hal lain
seperti contohnya alat transportasi dan telekomunikasi yang merupakan kebutuhan
sehingga memunculkan kompetisi untuk memenuhinya. Kompetisi yang terjadi pada
akhirnya memenuhi kebutuhan masing-masing individu dan Durkheim merasa
dengan menekan kompetisi dan meningkatkan kerja sama secara individual ini
kebutuhan tetap dapat dipenuhi dan individu yang berbeda-beda dapat hidup
berdampingan. Hal tersebut dikenal dengan ‘sistem
pembagian kerja’, adanya sistem pembagian kerja tersebutlah yang dimaksudkan
Durkheim sebagai evolusi masyarakat. Perubahan dari solidaritas mekanik menjadi
solidaritas organik, dimana dalam solidaritas ini masyarakat seperti sebuah
sistem organ yang terdiri dari sub-sub sistem yang masing-masingnya mempunyai
fungsi dalam menjalankan sistem organ tersebut.
Evolusi masyarakat Durkheim,
menjelaskan bahwa masyarakat akan berkembang dari homogen menjadi heterogen
karena kebutuhan hidupnya. Hal ini yang membuat terjadinya division of labor
pada masyarakat sehingga dapat saling memenuhi kebutuhan yang beragam dan hidup
berdampingan. Pada teori ini Durkheim menekankan pada tingginya tingkat
moralitas sehingga dapat terjadi evolusi masyarakat yang damai.
Selain itu menurut Emile Durkheim,
perkembangan masyarakat meliputi banyak perubahan-perubahan yang terjdi secara
simultan pada berbagai komponen masyarakat. Suatu perubahan yang sangat penting
menyangkut suatu proses urutan dari pertambahan kepadatan penduduk yang
disebabkan oleh meningkatnya interaksi dan komunikasi, yang mengakibatkan
semakin meningkatnya spesialisasi dalam pembagian kerja. Durkheim mempergunakan
variasi pembagian kerja sebagai dasar untuk membuat klasifikasi masyarakat,
sesuai dengan taraf perkembangannya. Dia lebih cenderung menggunakan dua taraf
klasifikasi, yaitu yang sederhadan dan kompleks. Tipe-tipe pembagian kerja
tersebut dihubungkan dengan tipe-tipe solidaritas. Artinya masyarakat sederhana
dan kompleks, kesatuan dan keutuhannya dipertahankan dengan berbagai cara.
Apabila dalam pembagian kerja terdapat
sedikit diferensiasi, maka solidritas didasarkan pada homogenitas; artinya,
masyarakat sebenaranya sejenis atau sama. Dengan perkataan lain, masyarakat
mempunyai cita-cita dan nilai-nilai yang sama. Kepribadian dari masing-masing
merupakan pencerminan mikroskopis dari masyarakat. Oleh karena itu, maka secara
relatif tidak terdapat kualitas-kualitas pribadi yang dapat memisahkan pribadi
dari kolektiva. Durkhem menyebut solidaritas tersebut dengan solidaritas
mekanis. Intinya solidaritas mekanis didasarkan pada homogenitas moral dan
sosial, sehingga berciri; tradisional, non individualistik (komunal), keadilan
kolektif, properti bersifat komunal, kehendak komunitas mendominai kehendak
individu, kekerabatan, lokalisme, sakral.
Apabila pembagian kerja bertambah
kompleks, maka kapasitas masyarakat semakin meninggi, akan tetapi dasar
homogenitas ditransformasikan. Solidaritas didasarkan pada hubungan saling
bergantung, antara bagian-bagian masyarakat yang telah mengenal pengkhususuan
itu Durkheim menyebutnya dengan solidaritas organis. masyarakat didasarkan pada
individu-individu dengan fungsi yang berbeda yang dipersatukan oleh peran-peran
komplementer. Sehingga berciri; personal, kesamaan kesempatan serta
kesederajatan, regulasi kooperasi serta pertukaran, keseimbangan tugas dan
kewajiban dan, otonomi berserikat.
D. Kesimpulan
Durkheim dilahirkan di Epinal, prancis,
yang terletak di Lorraine. Ia berasal dari keluarga Yahudi
prancis
yang saleh. Ayah dan kakeknya adalah Rabi. Hidup Durkheim sendiri sama sekali
secular.
Malah kebanyakan dari karyanya dimaksudkan untuk dimaksudkan untuk membuktikan
bahwa fenomena keagamaan berasal dari faktor-faktor social dan bukan
ilahi.
Tahun
1890-an adalah masa kreatif Durkheim. Pada 1893 ia menerbitkan:
pembagian kerja dalam masyarakat . pernyataan dasariahnya tentang hakikat
masyarakat manusia dan perkembangannya. Pada 1895 ia menerbitkan “Aturan-aturan
Metode sosiologis”, sebuah manifesto yang menyatakan apakah sosiologi itu dan
bagaimana ia harus dilakukan. Ia pun mendirikan Jurusan Sosiologi pertama di
Eropa di Universitas Bourdeaux. Pada 1896 ia menerbitkan jurnal L’Anne
Sociologique untuk menerbitkan dan mempublikasikan tulisan-tulisan dari
kelompok yang kian bertambah dari mahasiswa dan rekan (ini adalh sebutan yang digunakan
untuk kelompok mahasiswa yang mengembangkan progam sosiologinya). Dan akhirnya,
pada 1897, ia menerbitkan “Bunuh Diri”, sebuah studi kasus yang memberikan
contoh tentang bagaimana sebuah monograf sosiologi. Pada 1902 Durkheim akhirnya
meencapai tujuannya unyuk memperoleh kedudukan terhormat di Paris ketika ia
menjadi professor di Sorbonne. Untuk mendapatkan pengangkatan politik, Durkheim
memperkuat kekuasaan kelembagaannya pada 1912 ketika ia secara permanen diberi
kursi danmengubah namanya menjadi kursi pendidikan dan sosiologi. Pada tahun
itu pula ia menerbitkan karya besarnya yang terakhir “Bentuk-bentuk Elementer
dari Kehidupan Keagamaan”.
Teori
dan gagasan
Perhatian
Durkheim yang utama adalah bagaimana masyarakat dapat mempertahankan integritas
dan koherensinya dimasa modern, ketika hal-hal latar belakang keagamaan dan
etnik bersama tidak adalagi. Untuk. Mempelajari kehidupan social di kalangan
masyarakat modern, Durkheim berusaha menciptakan salah satu pendekatan ilmiah
pertama terhadap fenomena social. Bersama Herbert Spencer Drkheim adalah salah
satu orang pertama yang menjelaskan keberadaan dan sifat berbagai bagian dari
masyarakat dengan mengaju pada fungsa yang meraka lakukan dalam mempertahankan
kesehatan dan keseimbangan masyarakat, suatu posisi yang telah dikenal sebagai
fungsionalisme.
Dalam
bukunya “Pembagian Kerja dalam Masyarakat” (1893), Durkheim meneliti bagaimana
tatanan sosial dipertahankan dalam berbagai bentuk masyarakat. Ia memusatkan
perhatian pada pembagian kerja, dan meneliti bagaimana hal itu berbeda dalam
masyarakat tradisional dan masyarakt modern. Ia berpendapat bahwa
masyarakat-masyarakat tradisionl bersifat ‘mekanis’ dan dipersatukan oleh
kenyataan bahwa setiap orang lebih kurang sama, dan karenanya mempunyai banyak kesamaan
di antara sesamanya. Dalam masyarakat tradisional. Kata Durkheim, kesadaran
kolektif sepenuhnya mencakup kasadaran individual, norma-norma
social kuat dan perilaku social diatur dengan rapi.
Dalam
masyarakat modern, demikian pendapatnya, pembagian kerja yang sangat kompleks
menghasilkan solidaritas ‘organik’. Spesialisasi yang berbeda-beda dalam bidang
pekerjaan dan peranan social menciptakan ketergantungan yang mengikat orang
kepada sesamanya, karena mereka tidak lagi dapat memenuhi seluruh kebutuhan
mereka sendiri.
Durkheim
belakangan mengembangkan konsep tentang anomie dalam “Bunuh Diri”, yang
diterbitkannya pada 1897. Dalam bukunya ini, ia meneliti berbagai tingkat bunuh
diri diantara orang-orang Protestan dan Katolik, dan menjelaskan bahwa control
social yang lebih tinggi di antara orang katolik menghasilkan tingkat bunuh
diri yang lebih rendah. Menurut Durkheim, orang mempunyai keterikatan tertentu
terhadap kelompok-kelompok mereka, yang disebutnya integrasi social. Tingkat
integrasi social yang secara abnormal tinggi atau rendah dapat menghasilkan
bertambahnya tingkat bunuh diri. Menurut Durkheim masyarakat katolik mempunyai
tingkat integrasi yang normal, sementara masyarakat protestan mempunhyai
tingkat yang rendah. Karya ini telah mempengaruhi para pengajur teori control,
dan seringkali disebut sebagai studi sosiologis yang klasik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar